Hikmah
Beranda / Hikmah / Nabi Muhammad SAW: Seorang Jurnalis Sejati, Pembawa Kebenaran dari Surga

Nabi Muhammad SAW: Seorang Jurnalis Sejati, Pembawa Kebenaran dari Surga

ICONNEWS | Muhammad Sang Jurnalis: Pembawa Berita dari Surga Ilustrasi menggunakan AI

ICONNEWS | KARAWANG – Pena dan Wahyu yang Mengubah Dunia

Kesunyian Gua Hira menjadi saksi abadi saat seorang pria berusia empat puluh tahun menerima pesan dari surga: “Iqra’—Bacalah!”
Panggilan itu menggetarkan hatinya, tetapi juga menggetarkan sejarah manusia. Dari satu kata itu, lahirlah peradaban sains dan komunikasi. Muhammad bin Abdullah bukan hanya Utusan terakhir, tetapi juga utusan agung, seorang “wartawan ilahi” yang menyampaikan pesan-pesan dari Sang Pencipta kepada seluruh umat manusia.

Wahyu yang turun kepadanya bukan sekadar teks suci, melainkan pesan kebenaran, petunjuk hidup, dan cahaya yang membebaskan umat manusia dari kegelapan.

Dalam konteks modern, beliau adalah teladan paling autentik seorang jurnalis, yang menyampaikan berita dengan iman, kepercayaan, dan tanggung jawab moral.

Dari “Al-Amin” menjadi “Rasul”: Lahirnya Integritas Sejati

Yayasan Rindang Indonesia Gelar Panen Raya Wakaf Sawah Produktif Dihadiri Perwakilan Kemenag RI dan Muspika Kecamatan Cilebar

Jauh sebelum kenabiannya, Muhammad dikenal oleh penduduk Mekkah sebagai Al-Amin, yang berarti orang yang dapat dipercaya. Ia tidak pernah berbohong, menipu, atau memanipulasi.
Dalam istilah jurnalistik kontemporer, ia adalah sosok yang sangat kredibel—seseorang yang dipercayai publik tanpa ragu.

Ketika wahyu pertama turun, ia diangkat menjadi Rasul—seorang utusan dari surga. Gelar ini menegaskan bahwa tugas utamanya bukan hanya berdakwah, tetapi juga menyampaikan kebenaran dengan penuh tanggung jawab.
Sejak saat itu, lahirlah nilai-nilai jurnalisme Islam yang abadi: kebenaran, kepercayaan, dan keadilan.

Empat Nilai Jurnalisme Islam dari Rasulullah SAW

1. Kejujuran (Asy-Shidq)
Rasulullah SAW adalah sosok yang paling jujur ​​dalam menyampaikan pesan. Beliau tidak pernah menulis atau berbicara tanpa dasar wahyu yang benar.
Imam Al-Ghazali menulis dalam Ihya’ Ulumuddin: “Lidah adalah amanah. Barangsiapa yang menggunakannya untuk berdusta, maka ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.” Prinsip ini merupakan fondasi jurnalisme Islam: berita adalah amanah, bukan alat kepentingan.

2. Amanah
Dalam dunia pers, menjaga keaslian sumber berita merupakan prinsip utama. Rasulullah SAW menjaga wahyu Allah tanpa menambah atau mengurangi apa pun. Sabdanya: “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Inilah etika profesionalisme tertinggi dalam sejarah komunikasi manusia.

3. Objektivitas dan Keadilan
Rasulullah SAW tidak pernah berpihak pada kelompok tertentu dalam menyampaikan kebenaran. Beliau menegur sahabat-sahabat terdekatnya jika mereka salah, dan menghormati musuh-musuh mereka jika mereka benar.
Inilah cerminan jurnalisme sejati — berani melawan bias, bersikap adil kepada semua pihak.

4. Nilai-Nilai Kemanusiaan dan Kasih Sayang
Setiap pesan yang disampaikan Nabi mengandung rahmat. Tidak ada kebencian, tidak ada fitnah. Pesan beliau adalah kedamaian.
QS. Al-Anbiya:107 menegaskan: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”

Verifikasi Informasi: “Tabayyun” Sebelum “Penyiaran”

Prinsip verifikasi, yang merupakan etika dasar jurnalisme modern, dinyatakan dengan jelas dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya…” (Al-Qur’an, Al-Hujurat: 6)

Ayat ini menekankan pentingnya tabayyun, atau klarifikasi, sebelum menyebarkan berita. Dalam praktik Nabi Muhammad (saw), beliau selalu memastikan bahwa setiap berita memiliki dasar yang kuat sebelum mengambil keputusan. Beliau meneliti sumbernya, menilai konteksnya, dan mempertimbangkan dampak sosialnya.

Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Etika Jurnalisme Islam menulis: “Jurnalis Muslim bukan sekadar pengumpul berita, tetapi juga penjaga moral publik. Mereka harus mempertimbangkan apa yang benar, apa yang baik, dan apa yang membawa manfaat.”

Surat-Surat Rasulullah: Komunikasi Diplomatik yang Bermartabat

Salah satu bukti kecerdasan komunikasi Rasulullah SAW adalah surat-surat beliau kepada raja-raja dunia: Heraklius di Romawi, Kisra di Persia, dan Najasyi di Habasyah.
Isi surat-surat tersebut ringkas, padat, dan sangat etis — tanpa provokasi, tanpa ancaman, tetapi dengan kekuatan pesan dan kebenaran moral.

Beliau menulis dengan etiket yang luar biasa: menekankan identitas beliau, menyampaikan pesan beliau dengan penuh rasa hormat, dan diakhiri dengan doa.
Inilah bentuk komunikasi diplomatik Islam yang menginspirasi para jurnalis dan diplomat hingga saat ini.

Cermin bagi Media Islam Masa Kini

Di era digital dan media sosial, jurnalis Muslim menghadapi tantangan yang signifikan. Informasi bergerak lebih cepat daripada cahaya, tetapi kebenaran seringkali tertinggal.
Di sinilah teladan Nabi Muhammad (saw) menemukan relevansinya.

Ustaz Budi Ashari, Lc., dalam sebuah kajian, mengatakan: “Media Islam bukan sekadar industri informasi, melainkan ladang dakwah. Setiap berita yang ditulis adalah amal saleh, dan setiap fitnah yang disebarkan adalah dosa.”

Jurnalis Muslim hendaknya memperlakukan pena dan kamera mereka sebagai alat ibadah—menulis untuk menyebarkan cahaya, bukan untuk menambah kabut kebingungan.
Dengan setiap klik, judul, dan paragraf, mereka perlu bertanya pada diri sendiri: “Apakah ini akan membawa kebaikan, atau justru akan menimbulkan fitnah?”

Sebuah teladan abadi

Rasulullah SAW menunjukkan bahwa kekuatan sejati dalam menyampaikan berita bukanlah kecepatan, sensasi, atau rating, melainkan kejujuran, keakuratan, dan niat yang tulus.

Beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagi para jurnalis Muslim masa kini, setiap artikel adalah ujian niat. Setiap berita dapat dipercaya. Dan setiap informasi yang disebarluaskan akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya oleh publik — tetapi juga oleh Allah SWT.

Jurnalis Langit di Bumi

Nabi Muhammad SAW adalah sosok abadi yang mencontohkan jurnalisme dengan hati nurani.
Beliau menulis bukan dengan tinta, melainkan dengan wahyu. Beliau tidak hanya melaporkan fakta, tetapi juga kebenaran yang menyelamatkan nyawa.

Jadi, siapa pun yang menulis dengan niat menyebarkan cahaya, menegakkan kebenaran, dan mengajak manusia kepada kebaikan – sesungguhnya sedang melanjutkan misi Nabi Muhammad:
Menjadi jurnalis langit di bumi.

Oleh : Indra Permana, M.A
Redaksi Media Iconnews

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement